Zero waste wisdom

Kami orang kampar sudah punya kearifan disebut. Yaitu, sebuah kebudaan yang terbiasa dengan kondisi tanpa sampah.

Sedangkan kebutuhan sehari hari berusaha disiasati dari usaha sendiri. Maka tak heranlah, kalau orang orang kampar yang ada di pedalaman memiliki cara sendiri untuk memenuhinya.

Untuk kebutuhan air, mereka akan menampung air hujan dengan cara membuat talangan air yang mengelilingi penjuru cucuran atap di sekeliling rumah. Muara dari talang air ini akan diarahkan ke kula duduk (sumur duduk) yang berdimensi besar. Agaknya, kula duduok ini bisa berukuran s.d. 50 m3. Ukuran ini tentu cukup untuk kebutuhan air sampai dengan turunnya hujan pada hari hari berikutnya.

Sedangkan untuk limbah pembuangan/air cucian akan ditampung pada sebuah tobek (tebat) yang di dalamnya sudaj diisi dengan ikan ikan kalui. Ikan ikan ini sangat kuat dan bisa bertahan pada kondisi cuaca yang dinamis. Biasanya ikan akan diberi makan dari potongan daun dan batang talas. Mereka akan dipanen jika ada yang berminat untuk membeli ataupun ada kenduri si pemilik rumah

Batang kelapa adalah komoditas penting di masyarakat kampar. Masakan dan pangan aslinya yang berbahankan dari santan kelapa menyebabkan pohon ini jadi penting. Produksi kelapa bermanfaat untuk semua aktifitas. Santanya sebagai bahan utama, ampasnya bisa digunakan untuk makanan kalui di tobek dan sabut&tempurungnya bisa dijadikan sumber bahan bakar dan pemanas pada setrikaan.

Air bekas cucian piring biasanya akan menjadi pupuk alami. Terbukti siraman air ini ke pokok kelapa akan membuat kelapa menjadi berbuah tambah lebat.

Sampah sampah yang berasal dari dedaunan akan disapuh secara rutin dan akan dimasukan ke dalam pilubang (lobang) seukuran yang pas untuk menanam pohon pohonan seperti pisang, mangga dan kelapa. Jika dedaunan tersebut penuh maka sampau tersebut akan dibakar, abu abunya akan menjadi pupuk yang menumpuk di pilubang tersebut. Sedangkan asap asap yang mengeluarkan Karbon makin membuat tanaman sekitar rumah menjadi bertambah subur dan berbuah lebat.

Di halaman depan dan belakang biasanya akan ditanam beberapa batang ubi kayu. Ukay ukay ini sekaligus bisa dijadikan pagar untuk tanaman kecil lainya (kunyit, serai, dll) sehingga terhindar dari serangan hama pengganggu. Selain itu, pucuknya bisa dijadikan sumber sayuran untuk direbus atau digulai dengan ikan salai.

Reban reban ayam diletakan di belakang rumah. Terkadang juga ditempatkan di boma (kolong) rumah. Di reban inilah beberapa ekor ayam bertelur dan beranak pinak sebagai pengisi kebutuhan gizi (daging). Kotoran ternak ayam ini sekali lagi dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk.

Rihlah 4: Warung Lesehan Sampan Ngarai Sianok

Penjelajahan kami sekeluarga pada tanggal 29 Desember 2016 hari itu ditutup dengan sholat magrib di masjid raya bukittinggi. Setelah selesai sholat kamipun mencari makanan dikarenakan lapar sudah mulai terasa.

Sembari mencari makan dan penginapan rute perjalanan dari jam gadang bukittinggi kembali kami arahkan ke arah luar kota bukittinggi menuju kota payakumbuh. Akhirnya kami mampir di km 4 ruas jalan bukittinggi – payakumbuh di sebuah tempat makan. Tempat makan ini menyediakan masakan khas yang didominasi oleh menu ayam namun juga terdapat nasi goreng.

Malam telah menunjukan jam 10.30an, hotel di sekitaran jam gadang penuh dikarenakan mungkin banyak pelancong yang ingin berwisata ke kota wisata itu. Akhirnya kami beruntung mendapatkan hotel yang tersedia di km 4 tersebut.

Akhirnya kami menginap di sana untuk kembali melepas lelah setelah seharian mampir dari satu titik ke titik lainnya.

Setelah sarapan pagi akhirnya kami menuju Ngarai Sianok. Ngarai/Lembah/Canyon ini sangat terkenal dengan keindahan dan keunikannya.

Sebelum menyusuri sungai dan tebing curam di ngarai sianok tersebut terlebih dahulu kami kembali mengisi perut untuk sarapan pagi pada 30 Desember 2016 tersebut. Pilihan kami tertuju ke warung lesehan sampan. Tata letak warung ini sangt indah dan pemandangan di belakang lokasi warung yang menunya sangat murah tersebut juga sangat indah. Berikut beberapa photo di lokasi warung lesehan sampan.

Bagian Kasir Warung Lesehan Sampan (Courtesy of Iswadi)

Warung Lesehan Sampan dengan ornamen sampannya (Courtesy of Iswadi)

Berphoto bersama di bagian dalam warung lesehan sampan (Courtesy of Iswadi)

Saya narsis di bagian belakang warung lesehan sampan (Courtesy of Iswadi)

Berkabar Gembira kepada Amak

Salah satu keluargaku (sebutlah Abang) membalas pesan pendek dari media sosial yang kukirimkan sesaat selesainya pelaksanaan PhD viva saya pada Kamis 24/3/2016 jam 16.00 GMT. Viva ini dimulai jam 12.45 GMT dan berakhir setelah 3 jam berdiskusi hebat dengan para penguji tersebut. Viva ini dihadiri oleh 2 penguji, 1 orang pembimbing saya dan 1 orang ketua sidang. Hanya 2 orang penguji masing masing internal Dr. Tim Littler dan Eksternal Prof. Gareth A Taylor dari Brunel University, London yang boleh bertanya sedangkan yang lain hanya bisa mendengar saja dan baru berbicara jika dan hanya jika diminta. Pembimbing dan ketua sidang tidak boleh bertanya ataupun membantu saya.

Sidang berjalan sangat lancar. Semua yang mereka tanyakan saya jawab semampu saya. Tidak ada rasa tekanan yang saya rasakan. Bahkan sesaat sebelum sidang mereka sudah bertanya kepada saya apakah saya mau jadi Post Doctroal student atau membangun karir akademik di Queen’s Belfast atau university di UK lainnya yang tentu membuat saya bertambah percaya diri lagi. Aku tidak menolaknya dan tidak pula mengiyakannya. Yang terbayang di mata hanya menyelesaikan amanah ini dengan sebaik mungkin. Ini, baru pertama kali penguji dari Brunel ini datang menguji mahasiswa PhD di riset cluster saya. Ada kekhawatiran dari pembimbing saya jangan jangan sang penguji tersebut bakalan susah dan ketat dalam menguji. Saat beberapa bulan lalu pembimbing menanyakan apakah saya punya usulan siapa kira kira yang layak menjadi penguji saya, saya hanya mengatakan siapapun penguji saya dan kapanpun PhD viva diadakan maka saya siap sedia. Tak peduli apakah penguji tersebut mengenal pembimbing saya atau tidaknya. Itulah perasaan yang ada dalam benak dan hati saya yang saya ungkapkan ke pembimbing. “Jika itu adalah keputusanmu, maka kita akan tetap maju dan melaksankan sidangmu” kata pembimbing saya dan menyetujui Gareth sebagai penguji eksternal saya.

25942509351_570b6c2b70_o

Ki-Ka: Dr. Tim Littler (penguji internal), saya, Prof. John Morrow (pembimbing utama), Prof. Gareth A Taylor dari Brunel University, London (penguji eksternal). Silahkan lihat indeks  scopus mereka masing masing.

Lalu, sang Abang ini mengucapkan selamat dan merasakan kebahagianku adalah bagian dari kebahagiaanya pula. Aku senang akan reaksinya yang begitu tulus itu. Ia lanjutkan lagi balasan pesan pendek dari media sosial itu dengan mengatakan bahwa jika ada orang yang paling berbahagia di sekitarku atas kelulusanku maka orang itu pastilah Amak. Begitulah yang ia utarakan kepadaku. Betapa tidak, dengan usia rentanya ia masih merelakan aku pergi jauh meninggalkan walau tentunya ia akan menahan rindu tak terkira. Yang sangat saya syukuri adalah di usianya yang 74 tahun ini beliau masih sehat kecual sakit sakit kaki dan rematik yang biasa diidap oleh orang sebaya dengan usianya itu.

Tak kupungkiri apa yang disampaikan oleh Abang tersebut. Saat aku pergi merantau untuk bersekolah lagi, tentu Amak kesepian terutama ketika Ayah sudah tidak ada lagi. Jika dulu beban terasa ringan karena harus dipikul berdua ,maka tentu tanpa adanya Ayah, Amak merasakan beban yang berlebih. Tak ada lagi kawan untuk berbagi. Bersyukurlah saya bahwa Adik selalu tidak pernah lengah untuk menjaga Amak.

Namun walaupun begitu, Amak tak sedikitpun mengesankan bahwa ia merasa ditinggalkan olehku. Mungkin karena banyak keluarga yang lain yang tulus ikhlas menghiburnya saat ia merasa sendiri, aku tak tahu itu. Namun yang kutahu adalah bahwa ia memiliki kawannya sendiri. Setiap hari jika ia kutelpon, maka saat kutanya ia sedang mengapa jawabannya hanya dua saja, kalau tidak baru pulang dari masjid maka ia sedang berada di ruang depan sedang membaca al quran. Itulah kawan kawannya yang menemaninya saat aku jauh pergi.

Kukabarkan kepadanya bahwa aku telah lulus. Waktu itu telah jam 11 malam di tanah air. Amak sebenarnya berusaha untuk terjaga sejak sidangku dimulai jam 8 malam kurang itu. Namun karena larut sudah menghampiri iapun tertidur karena kantuknya yang tak tertahankan lagi. Menerima kabar baiku Amak pun meraung hebat. Aku tak bisa menduga arti raungannya itu apakah dikarenakan salah satu anaknya telah berhasil meraih Doktor di sebuah negara yang sangat maju pendidikannya itu atau dikarenakan ia terharu bahwa tak lama lagi aku akan pulang segera menemuinya. Yang kutahu adalah Amak bergembira atas berita itu.

Setelah ia menangkap pesan dariku bahwa aku telah lulus PhD viva dengan mulus pada tanggal 24 Maret 2016 tersebut, lalu buru buru ia memberikan telepon genggam tersebut ke adikku, “Abangmu, bicaralah kepadanya” ujar Amak kepada Adik, sayup sayup kutangkap dari kejauhan. Lalu, masih kudengar Amak yang menjauh dari telepon genggam itu sayup sayup masih memuji nama sang pencipta. Agaknya ia akan pergi ke kamar mandi dan membersihkan badan serta berwudu’ untuk lalu menunaikan sholat pertanda syukurnya kepadaNya.

Kukatakan kedalam hati dan melafazkan doa, agar atas ketulusan Amak membesarkan kami adik beradik maka tuhan mencatatkan pahala yang tak terkira buatnya. Menjadi pemberat timbangan amal kebaikan buatnya sehingga ia layak menghuni salah satu tempat di surgaNya.

Al fakir, Iswadi HASYIM ROSMA

Kenangan Merayakan Kemerdekaan RI 2014

Jauh dari negeri terkadang membuat kita menjadikan setiap momen bersejarah tidak pernah dilewati. Salah satu momen yang sangat penting itu adalah HUT RI tercinta. Kali terakhir memperingati HUT RI yaitu tahun 2014 lalu. Walaupun kemerdekaan jatuh pada tanggal 17 Agustus, namun kami para pelajar dan warga Indonesia di NI baru merakayannya pada bulan September 2014, mengingat banyaknya para pelajar dan warga yang berlibur pada musim panas tersebut.

Perayaan kali ini dilaksanakan di Dunnganon, di rumah pasangan suami istri mbak Lulu dan Gordon. Di rumah beliaulah semua kegiatan dilaksanakan. Para warga yang kreatif ini mengisi semua acara sejak pagi hingga sore dengan begitu banyak aktifitas. Aktifitas anak anak, dewasa dan renungan, makan bersama dan tak lupa tentunya photo bersama juga.

Saya dan keluarga berangkat dari Victoria Coach & Train station Belfast menggunakan sebuah bus. Perjalanan ditempuh kurang dari 1 jam. Tiba di station bus Dunnganon, Gordon – suaminya Lulu- sudah sedia menunggu untuk menjemput kami sekeluarga beserta warga lainnya yang kebetulan tidak mempunya mobil pribadi. Lulu mengatakan bahwa lebih baik dijemput karena lebih praktis daripada nanti nyasar di jalan. Saya dan keluarga tentu bertambah senang selama hal itu tak merepotkan tuan rumah.

Di sana sudah berkumpul banyak orang. Semua warga Indonesia dan pelajar hampir tumpah ruah di sana. Mereka agaknya telah membuat kesepakatan akan pemilihan waktu perayaan HUT RI kali ini sehingga semua orang merasa bahwa hari yang dipilih adalah hari yang tepat disela kesibukan kerja dan urusan pribadi dan keluarga mereka masing masing.

Saya dan keluarga tidak punya halangan apa apa, karena acaranya diadakan Sabtu. PhD student di Queen’s bisa saja libur semaunya terutama sekali sabtu dan ahad karena memang hari ini adalah hari libur resmi.

Anak anak senang dengan acara yang mereka ikuti, pun begitu dengan para orang dewasa. Permainan tradisional khas tanah air gak pernah ketinggalan semisal balap goni (yang menggunakan plastik hitam tempat sampah) atau permainan musik seperti angklung. Bagi anak anak, ini adalah hari sangat berbahagia mereka, karena panitia telah menyiapkan semua hadiah dan permainan buat mereka. Berikut beberapa photo kemeriahan HUT RI 2014, dua tahun lalu, yang sempat saya rekam dengan kamera saku saya.

15209614686_204df3483d_o

Muhammad, Alifah, Azkiya dan teman teman sedang mengibarkan sang merah putih

15232158702_f69408f25d_o

Anak anak ceria berbalap karung

15232531525_487fba979f_o

Ibu ibu gak mau kalah dengan anak anak

15232626735_81e84bf74c_o

We are Indonesian, sesi photo bersama yang tak pernah dilewatkan

Merayakan Idul Fitri dengan Toleransi

Semenjak saya berangkat ke Belfast sejak 18 September 2012 beberapa tahun lalu dan menetap di sini, maka terhitung sudah 3 kali banyaknya saya dan keluarga melaksanakan idul fitri di rantau orang.

19827417562_fd43cb281b_o

Selepas Sholat Idul Fitri

Belfast, tidak seperti kota lain di belahan bumi barat, di mana kota ini sangat sedikit sekali muslimnya. Belfast adalah kota yang terbesar di Northern Ireland. Di antara penduduk NI sebanyak kurang lebih 1,8 juta jiwa ini sebahagian besar berdomisi di Belfast dan di antara jumlah tersebut diperkirakan hanya 3.000 orang saja yang muslim.

Saya dan keluarga adalah bagian dari yang 3.000 ribu jiwa itu tentunya. Secara kasat mata, muslim di Belfast ini di dominasi oleh orang orang yang datang dari timur tengah. Mereka ini bekerja sebagai tenaga terampil seperti dokter, perawat dan pengajar di perguruan tinggi. Tentu banyak juga yang berasal dari asia tengah dan selatan, seperti india, Pakistan dan Bangladesh. Pencari suaka dari Somalia dan Negara afrika utara lainnya seperti aljazair juga cukup banyak nampaknya.

Sedangkan di kalangan pelajar muslim, maka berdasarkan perkiraan saya yang terbanyak berasal dari Malaysia, namun dari timur tengah juga cukup banyak jika beberapa Negara berbahasa arab tersebut di gabung menjadi satu. Sedangkan dari Indonesia, hanya segelintir saja yang muslim.

Sebagai gambaran muslim di Indonesia di NI adalah: jika ada pengajian yang berkumpul tak lebih dari 10 anak anak dan 10 dewasa, cuma itu. Namun dari jumlah yang sedikit ini bisa membawa hikmah yang banyak karena saat inilah kedekatan dan ikhwah islamiyah tambah lebih terasa. Persaudaran islam itu terasa bukan karena banyaknya jumlah namun seberapa intens berinteraksi secara pertemuan, berkirim kabar dan salam dan lain sebagainya.

Dikarenakan 3 tahun berturut turut ini idul fitri jatuh pada musim liburan sekolah di Belfast, maka banyak pula diantara keluarga muslim Indonesia yang memanfaatkan liburan itu untuk sekaligus pulang kampung ke tanah air saat menjelang raya idul fitri. Alhasil dari jumlah kami yang sedikit ini, maka makin tambah sedikit lagi.

Namun itu tidak mengurangi rasa suka cita saat hari kemenangan. Tepat saat sholat idul fitri selesai saya dan keluarga dan beberapa warga Indonesia di NI diundang oleh pak Arief ke rumah beliau untuk menikmati hidangan yang beliau sajikan. Maka berkumpullah kami di sana sebanyak 5 orang dewasa dan 5 orang anak anak, terasa nikmat betul ukhuwwah islamiyahnya.

Hari pertama di rumah pak Arief.

Saya dan istri sudah jauh jauh hari bersiap untuk memeriahkan idul fitri ini di mana kami ingin membuat semacam open house di hari berikutnya, Sabtu. Memperkirakan tak banyak orang Indonesia yang bakal hadir, maka kebanyakan kenalan Malaysia dan Philipina saya undang untuk datang ke rumah. Walhasil, saya perkirakan yang hadir Sabtu lalu sebanyak 2 gelombang itu sebanyak 30 orang dewasa dan anak anak. Cukup lebih meriah dilihat dari segi jumlah. Namun rasa itu menjadi lebih meriah lagi dikarenakan sudara lain dari Negara lain menyempatkan hadir di acara di rumah kami tersebut. Orang orang Indonesia membawa makan khas Indonesia, rendang, bakso, ayam rica dan beberapa minuman kaleng/botol. Yang berpersangan dengan orang lokalpun membawa pasangan mereka ke rumah kami. Lalu, orang orang malaysia dan philipina memiliki kebudayaan yang sedikit sama pula dengan kita, yakni mereka datang ke rumah juga membawa juada khas mereka sendiri, tidak mau melenggang kangkung jika berkunjung ke rumah orang lain. Macam macam yang mereka bawa, lemang, abon, gulai ayam, dan ada juga yang bawa kado berisi tea set J
J .

19834920465_b62e6fce26_o

Hidangan yang menggugah selera saat di rumah

Orang orang Indonesia yang non muslim pun bergabung untuk membantu persiapan di rumah dan merekapun membawa makanan ringan yang bisa mereka bawa pula. Anak anak bermain di ruang atas yang sempit namun terasa lapang jika berlapang hati.

Mengingat betapa akrabnya muslim dari berbagai Negara dan muslim dan non muslim sesama tanah air saat idul fitri ini rasanya insiden intoleransi yang terjadi akhir akhir ini cukup mengiris hati. Tidak terbayang bagi saya jika ada orang semena mena melarang orang lain beribadah padahal ibadah tersebut tak ada sangkut pautnya dengan mereka. Akan lebih baik lagi saat orang lain beribadah maka beribadah pulalah sesuai dengan ibadah yang diajarkan oleh agama masing masing bukan mengganggu orang lain.

19212274644_38da0a25b4_o

Orang lokal

19646886878_9de88014aa_o

Indonesia, Malayisa dan Philipina.

19646887708_3e9d45cfd9_o

Indonesia, Malaysia, Philipina, Islam dan Non Islam bergabung.

Semoga toleransi di Indonesia tidak disalah artikan karena seingat saya mayoritas muslim di Indonesia akan setuju dan rela saja jika non muslim ingin beribadah menurut agama mereka dan sebaliknya sebuah pulau yang non muslimnya mayoritas harusnya tidak boleh kebakaran jenggot jika muslim minoritas di daerah anda melaksankan ibadah mereka.

Saya di sini adalah bagian minoritas 3000 orang di antara 1,8 juta jiwa dan sampai saat ini secara umum, mayoritas non muslim sangat bertoleransi dengan muslim yang tinggal di Northern Ireland ini, tak ada sedikitpun mereka terbetik ingin menyerang orang yang sedang sholat, misalnya. Sebuah sikap yang perlu dicontoh bukan?

Belanja Baru, Uang Hantaran dan Isi Kamar

Akhirnya Amak membuka suara juga perihal uang yang ia hantarkan ke pihak perempuan itu, pihak bakal istriku. Betul, uang belanja baru, begitulah kami menyebutnya. Adat kami orang Kampar tak mengenal uang hantaran ataupun uang isi kamar yang harus ditanggung oleh pihak laki laki kepada pihak perempuan, uang belanja baru itulah yang kami karib dengannya.

Konon uang belanja baru ini dihantarkan sebelum pernikahan berlangsung. Inilah uang yang dijadikan oleh pasangan muda suami istri nantinya untuk membantu si mertua di pihak perempuan saat berbelanja ke pasar semasa pasangan muda ini masih menumpang di rumah mertuanya di awal awal mereka mendayung bahtera rumah tangga.

Cukup bijak agaknya cara menghantarkannya, uang belanja ini dihantarkan oleh kaum ibu dari pihak laki laki. Para ibu ibu yang memegang teguh adat matrilinear perpatih yang gigih ini akan berunding satu sama lain seberapa layaknya belanja baru yang harus dihantarkan sehingga jika tersedikit tak akan membuat malu dan jikapun berlebih tak membuat angkuh.

Amak merahasiakan itu kepadaku, sampai aku sudah memiliki anak baru iya, perempuan yang bersahaja itu, mau membuka suara. “Tak sampai setengah gaji CPNSmu”. Terbeliak mataku mendengarnya, karena aku sadari hampir 1 bulan pertama di rumah mertua aku tak menukuk uang belanja tersebut karena saya berfikiran tentulah amak akan memberikannya jumlah yang besar. Jika ia merasa duit yang saya berikan bakal belanja baru itu dulunya terasa sedikit tentulah ia akan menambahkannya agar ia tak merasa malu disebut sebagai orang kedekut oleh bakal bisan karena memberi uang belanja baru yang sangat sedikit.

Tahulah aku kenapa amak memberikan sejumlah itu. “Karena sebegitulah yang kita mampu, jangan sampai untuk menghindar malu dengan mencari malu”. “Menghindar cemooh orang takut dikatakan kesedikitan lalu berhutang kiri dan kanan tentu akan membuat malu, itulah namanya menghindar malu dengan membuat malu”

“Aku kenal dengan calon besanku” kata amak lagi. Ialah orang yang kalau merasakan kurang tak akan pernah minta tambah ataupun kalau merasa sedikit akan meminta imbuh. Betul juga, bertahun tahun tak pernah ku dengar desas desus orang kampung memperbincangkan akan perihal belanja baruku. Agaknya amak betul akan perkiraanya tentang mertuaku.

Lalu, sejurus kemudian aku memandang pemuda gagah yan terhitung keponakanku itu. Aku berujar kepadanya, “jika uang hantaran yang mereka minta dan uang isi kamar dan segala tetek bengeknya yang mereka hendak, artinya ia tak menginginkan engkau sebagai menantu lelaki di rumah gedangnya”.

Namun demikian akhirnya datang juga aku untuk merundingkan perihal persiapan nikah kawin keponakanku itu. Di rumah calon besan itulah aku berujar, “kami sanggupi permintaan Engku, perihal uang hantaran dan isi kamar itu” kataku, “namun jangan kalian risau dan herannya nantinya, jika sehari setelah helat berlangsung, tukang kredit datang untuk menagih, dan dua pasang pengantin ini selain sah nikah dan kawinya, maka sah pulah mereka sebagai pasangan yang berhutang, karena itulah satu satunya jalan bagi kami memutuskan soalan yang sulit dipecahkan ini, berhutang kepada tukang kredit, rentenir”.

Aku pun pergi dengan kepala tegak setelah puas memberi jawaban atas syarat yang berat itu. Nikah seharusnya dipermudah bukan? Batinku dalam hati. Tak tahu apa yang mereka, calon besan, rundingkan satu sama lain. Jika jodoh tentulah keponakanku akan menjadi menantu mereka, jika tidak tentulah tak sekuntum bunga di taman dan jika tak mengena kail di hilir mudiki lah sampan ke hulu untuk memasang umpan dan kail yang lain.

Lama aku tercenung, uang hantaran yang besar dan isi kamar yang lengkap ini sungguh telah sangat memberatkan sehingga seolah olah mengundang para pemuda seperti keponakanku untuk berbuat fasiq (baca: zina) padahal sudah dihalalkan nikah dan uang hantaran dan isi kamar ini bukanlah rukun nikah dan kawin hanyalah bunga dunia yang tak penting penghalang hal yang halal untuk terjadi. Lalu, alangkah beruntungnya diriku.

Catatan: Ini hanya cerita pendek.

Perempuan Minang dahulu

 

Maka, diceritakanlah oleh Buya pada sebuah setting di awal tahun 1900 di dalam karyanya Tenggelamnya Kaval Van der Wijk akan keterkejutan pemuda bugis Zainudin yang berayahkan Minangkabau dan beribukan Bugis itu, seketika menengok cara berpakaian Hayati yang sudah mulai berubah.

Tersingkap apa yang tak boleh ditampakkan dan terbuka apa yang seharusnya dilindung dan halangi. Keterkejutan ini bermuasal dikarenakan pada saat itu dan jauh jauh sebelum saat itu seharusnya perempuan memang berpakaian sangat sangat rapi dan tertutup, yang menutup sesuatu yang tak boleh ditampakan dan melindung sesuatu yang tak boleh dibukakan di depan umum.

Mengertilah saya akan keterkejutan Zainuddin karena sekarang Hayati sudah tak berpakaian seperti yang ia bayangkan di ambang matanya.

Screenshot - 29_05_2015 , 05_47_53

BINATANG DAN MANUSIA

Tahulah saya kenapa serigala memangsa domba yang sendirian. Karena begitulah pada dasarnya binatang. Para binatang tidak jantan adanya, menyerang saat si domba dalam keadaan lemah.

Namun pada manusia terjadi hal sebaliknya, jika manusia diserang bukan berarti karena manusia tersebut lemah namun itu menunjukan bahwa yang diserang adalah kuat. Indonesia diserang karena kuat sumber daya alamnya. Lalu, islam diserang dimana mana (Eropa, Amerika dan seluruh benua deh), menurut saya bukan karena Islam lemah namun karena ia dianggap kuat makanya diserang. Islam diserang dengan isu teroris. Dengan organisasi anarkis yang lalu menyebutnya bagian dari islam, layaknya: ISIS, Boko Haram, dll. Bagi saya, itu sama halnya, “orang lain merokok, islam terkena kanker paru parunya”. Organisasi anarkis itu yang berbuat tak seronok, islam menerima akibatnya, lagi lagi karena ia melabeli diri mereka dengan islam.

Contoh itu adalah serangan dari dalam yang bisa jadi diskenario oleh orang luar, wallahu a’lam. Karena saya tidak habis fikir bagaimana mungkin sebuah komunitas yang tertutup dari dunia luar dan moderen itu dan tidak mengetahui alat alat moderen begitu handalnya memainkan alat moderen yang lain semacam , Avtomat Kalashnikova, radio komunikasi dan bahan peledak. Siapa pula yang mengajarkannya. Lalu lihat pulalah serangan dari luar. Tak berhenti. Selagi jam konvensional masih berputar dan jam digital masih berkedip kedip maka serangan tentu masih ada dan saya berdoa agar serangan itu sirna hendaknya.

Lihatlah contoh yang terbaru, karena hanya jilbab saja maka seseorang akan diserang. Rumah saya di Belfast, UK ini sudah dua kali dilempar orang pakai telur. Lalu apakah istri dan dua putri putri saya harus berhenti berjilbab. Tadinya saya mengira bahwa penyerang adalah anak anak kecil yang lagi iseng. Jika sekali saja kejadiannya, maka saya boleh bersangka baik namun ini sudah dua kali. Tidak hanya itu, ternyata serangan juga dilancarkan ke masjid Belfast Islamic Center. Itu adalah serangan fisik. Jangan tanya serangan verbal. Sejak dari yang membuat telinga merah sampai yang membuat sakit di dada. Namun indahnya islam, saat tenang/bahagia kita diperintahkan untuk bersyukur, lalu saat diserang/diterpa bencana dianjurkan untuk bersabar. Serangan verbal dilakukan oleh orang orang biasa sampai pejabat luar biasa.

Bagi saya, sebelum bersabar, saya berusaha dahulu untuk menangkis serangan atau bahkan saya harus menyerang balik seperti dicontohkan oleh Ali. Setelah Ali dihantam dan dipukuli terus oleh foreman dibeberapa ronde awal akhrinya ali memberikan satu pukulannya yang menyebabkan ia kembali mengambil title juara dari tangan foreman di Zaire saat laga bertajuk rumble in the jungle itu. Akhirnya, jilbab harus tetap di pasang. Ke masjid harus tetap disempatkan. 4 hari dalam semingga anak anak selalu berjalan beriringan ke masjid untuk bertemu muallim british yang berasal dari pakistan itu. Tak ada rasa takut yang hanya rasa senang dan ceria karena akan mengaji di masjid kecil nan membawa ketengan itu. Hidup memang begitu, Jika ada halang rintang, itulah bagian dari kenyataan hidup . Selau ada kerikil di setiap jalan. Dan selalu ada onak dan duri di setiap linatasan. Bahkan di jalan raya saja ada lampu merah toh apatah lagi hidup. Jangan menyerah.

Allah SWT is sufficient for us.

Setumpuk Mainan menjelang Natal

Health visitor mengunjungi kediaman kami. Setelah mengecek kesehatan si bungu terkait penglihatan, pendengaran, berat dan tinggi badan lalu beliau bercerita lain hal. Mengenai suka duka saya di sini. Saya bilang dengan jujur, tidak ada duka selain rasa rindu di kampung halaman dan sedikit diburu target karena studi saya berkontrak 3 tahun.

Sampai akhirnya ia menanyakan juga tentang ekonomi, dan apakah di rumah cukup tersedia mainan untuk membuat 3 anak anak kami merasa gembira. Saya katakana lumayan cukup. Terkadang saya mendapatkan mainan anak anak dari warga Indonesia yang di Belfast. Bekas pakai yang masih berkualitas sangat sangat bagus ujar saya.

Dengan ragu ragu ia menanyakan apakah membutuhkan mainan lain atau kebutuhan lain. Saya bukan orang suka berbasa basi. Saya katakan kepadanya, jika ada, maka saya tidak akan menolaknya. Menjelang penutup pertemuan kami waktu itu, akhirnya beliau menjanjikan akan membawakan mainan tersebut ke rumah pada pekan depannya.

Saat ia berkunjung ke rumah di pekan depannya saya tidak ada di rumah. Istri yang menerima beliau. Sekantong plastik hitam mainan beliau bawakan. Jangan dibuka sekarang, katakan itu dari santa dan buka di hari natal nanti di depan anak anak, begitu selorohnya.

Yang namanya anak anak. Sepulang dua anak saya yang lain dari sekolah dan melihat bungkusan hitam besar tertegak di ruang tamu anak anak menjadi ingin tahu. Istri tak sempat menyimpannya sehingga anak anak keburu tahu dan membuka bungkusan itu sembari ibu mereka masak di dapur untuk bekal makan malam.

Cukup banyak mainan yang dibawakan. Prakiraan saya kali ini meleset 100 persen. Saya kira, mainan bekas dari charity atau lainnya. Ternyata semua mainannya baru dan bersegel semua. Saya iseng cek di situs online. Saya rata ratakan harganya berkisar ratusan poundsterling. Jumlah yang besar tentunya.

Dua hari kemudian saya ketemu dengan beliau di health center. Beliau menanyakan kabarku. Tidak sempat saya jawab karena saya keburu buru ingin berucap terimakasih atas apa yang ia lakukan dua hari sebelumnya. Dijawab dengan ringkas, no..no problem.

Menuruni tangga health center saya bertemu dengan pasien lain yang ingin berobat pula agaknya. Dia tersenyum sembari melirik ke si bungsu sembari berujar, this must be your Christmas present. Saya tersenyum lagi mendengar ucapan itu. Semua orang di lab di Queen’s University Belfast berucap selamat natal ke saya. Ada dua undangan makan natal yang tak bisa saya hadiri karena saya tahu bahwa saya tak akan bisa menikmatinya dikarenakan acaranya agak malam dan restoran yang mereka pilih tidak memungkinkan saya untuk bisa menikmati makanannya yang kelihatannya dari menu yang dikirim via email itu begitu enaknya. Dengan tegas saya katakanan, saya tidak bisa datang. Tidak ada raut kecewa karena toh saya tidak berniat mengecewakan mereka.

Namun satu yang menjadi catatan kecil bagi saya, bahwa natal bagi sekelumit orang yang saya jumpa di sini adalah: berbagi.

Salam dari Beal Fierste.

 

KEHILANGAN

Jika hilang di belantara bisa dirintis rimbanya.

Jika hilang di kedalaman bisa pula digali timbunannya .

Jika hilang di lautan bisa di timba asin airnya.

Jika hilang di balik dinding kokoh bisa disibak hancurkan penghalangnya.

Namun jika dan jika kau hilang di mata, kemana pula hendak kucari.

 

Aku lihat Amak dan Ayah masih menyimpan duka. Duka yang tak pernah ia perlihatkan melalui roman maupun genangan air matanya. Nun mungkin karena kesedihannya itu, air mata tak hendak keluar namun jatuh ke dalam saja agaknya, tak terlihat dan tak tergenang namun tergetar ke hatiku. Begitulah yang mereka rasakan semenjak abang pergi.

 

Jangankan oleh Amak dan Ayah, yang telah membesarkan dan mendidik kami adik beradik sejak telapak kaki kami sebesar empu jari sampai kami dewasa ini, bahkan aku dan beberapa kawan dekat abang pun merasa kehilangan saat kepergiannya di waktu mudanya mendahului kami. Mungkin karena beliau menempuh pendidikan agama banyak orang yang suka kepadanya. Ia habiskan 7 tahun di pondok pesantren, lalu melanjutkan pendidikan tinggi ke IAIA dan LIPIA di Jakarta sana. Jika ia pulang kampung, orang orang menyuruhnya jadi khatib jumat. Jika hari raya fitri dan haji datang ia akan didatangi oleh tetua kampung untuk menjadi imam dan khatib serap jika dan hanya jika khatib utama yang biasanya dari Pekanbaru berhalangan hadir untuk berkunjung ke pelosok kampung kami. Ia rela saja dijadikan khatib serap. Karena ia bekerja bukan buat mereka namun buatNya.

 

Selama tahun 2002-2005, saya dapati ia mengajar orang mengaji, menulis dan membaca al-qur’an. Murid muridnya, anak anak kecil namun tak sedikit pula ibuk ibuk arisan yang ia ajari untuk mengaji. Saya bertanya kenapa di sela sela penat waktumu yang kau habiskan seharian menjadi pengajar di sekolah seharian penuh SDIT engkau masih menyempatkan mengajar mereka mengaji. “Saya mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan jika nanti rabbku bertanya apakah aku sudah membagi ilmuku maka aku bisa menjawabnya dengan melakukan ini”.

 

Pendidikan al qur’an itu ia berikan gratis. Suatu ketika ibuk ibuk yang menjadi murid beliau berunding satu sama lain tentang berapa baiknya mereka harus memberi honor karena mereka tidak enak jika tidak dipungut bayaran begitu. Akhirnya amplop pembayaran sampai juga ke tangan abang namun sehari selepas itu, amplop tersebut dikembalikan lagi oleh abang ke ibuk ibuk tersebut. Lalu sehari kemudian, ibuk ibuk tersebut mengembalikan ulang ke abang dengan jumlah 2 kali lipat. Mereka menyangka abang mengembalikan amplop karena jumlahnya sedikit sehingga mereka pulangkan kembali amplop itu dengan dua kali lipat uang di dalamnya. Hanya tuhan yang tahu kenapa abang mengembalikan amplop amplop itu.

 

Waktu ia pergi aku tak ada di sisi. Orang orang menghubungiku meminta kata dariku. Kebumikan segera, jangan tunggu aku. Begitulah kebiasaan di kampung kami yang dilandaskan islam itu aku utara agar jenazahnya diselenggarakan. Ia beroleh kawan banyak, baik di kampung maupun saat menimba ilmu di beberapa kampung dan kota. Baik saat ia masih menjadi pelajar maupun saat ia menjadi pengajar. Dialah satu satu mayat di kampung kami yang dihantarkan oleh banyak pelayat ke nisannya. Aku tidak melihat langsung karena aku masih di rantau dan pulau terburu buru berusaha mengejar sua mayatnya walaupun tak kesampaian.

 

Kepergiaanya bertepatan saat menjelang sholat Jumat, hari baik untuk sebuah kematian namun lagi lagi hari itu tetaplah hari yang terberat untuk berduka dan berkabung bagi keluarga dan handai taulannya.

 

Salah seorang kawan dekatnya, imam besar di sebuah masjid di Pekanbaru, hafal 30 juzz al quran berujar kepadaku saat berta’ziah di hari ke tiga kepergiannya. Ia menyampaikan rasa kehilangan dan kesedihannya yang mendalam. Ia katakan pula karena saking sedihnya ia terisak isak dan sulit menyelesaikan bacaan al fatiha dan surah saat mengimami sholat jumat waktu itu.

 

Lalu aku dengar pula, salah seorang kawannya tidak mampu mendatangi kampungku walaupun abang sudah lama tiadanya. Katanya jika ia berkunjung ke kampungku dan bersua dengan orang tuaku maka ia akan merasakan sedih mendalam karena akan terbayang wajah abang saat melihat orangtuaku. Biarlah agar kesedihan itu tak bertambah tamabh ia urungkan niat untuk bersua dengan amak dan ayah.

 

Banyak kesedihan, namun sebaiknya kesedihan yaitu diratapi sebolehnya saja. Dan sebaik baiknya pewaris dan keluarga dan muslim yang ditinggalkan adalah dengan memanjatkan doa keampunan bagi siapapun baik itu keluarga, handai taulan dan kaum muslim yang telah mendahului menghadaptNya. Sebuah doa yang tentunya sama sama sudah kita hafal karena sudah sering dan kerapnya dilafazkan oleh khatib khatib di mimbar mimbar jumat di setiap masjid masjid.

 

Mati ini dua kali dan hidupun demikian pula. Sebuah perbekalan haruslah dipersiapkan untuk kehidupan yang ke-dua yang panjang dan tak berbatas itu. Percayalah.