Hal yang merisaukan benar selain hal lainya yang banyak itu adalah kekuatan jasmani untuk anak anak kita. Kenapa tidak, alam dan kondisi sudah tidak pas untuk membentuk jasmani mereka. Di sekolah, mereka keluar main hanya sekejap saja. Lapangan tak seluas halaman sekolah saya dulu. Dulu, saya bisa bermain bola kaki di halaman sekolah dikarena lebar dan luar benar halamanya. Saat ini, kalaupun halaman sekolah itu luas dan cukup namun waktu saat keluar main tidaklah cukup untuk mengasah jasmani mereka. Waktu singkat dan disita oleh waktu jajan pula. Dulu waktu keluar main, maka aktifitas saya memang bermain, aktifitas jasmani. Namun saat jasmani dikuatkan serta merta otak terasah. Lalu, tak ada satupun kaki lima yang berjualan di halaman sekolah apatah lagi kantinya. Jika ingin makan sate penyasawan yang lezat itu maka kita harus pergi ke pasar Rumbio baru bisa melahapnya, berjalan kaki 4 km jauhnya di tambah menyeberangi sungai kampar menggunakan rakit besar ataupun sampan kilat. Di rakit lagi jasmani di asah. Berdesakan dengan ibu ibu yang membawa belanja, jika salah posisi tegak bisa bisa terhambur badan ke sungai yang beraliran itu.
Sepulang dari sekolah, mata hari belum tenggelam di ufuk barat. Masih panjang waktu menunggu untuk senja tiba. Waktu ashar ke magrib inilah yang digunakan lagi lagi untuk olah Jasmani. Meniti pematang saat mengejar belalang di bekas petak ladang padi. Mandi berlomba lomba sampai hitam kulit bagaikan warna kala jengking, di aliran sungai kampar yang jernih itu. Saya biasanya baru ke darat jika bibir sudah memutih dan gigi gemerutak akibat lama berlomba lomba dan berendam di dalamnya. Bibir sungai yang terkadang adalah petak sawah ladang jika saat sudah selesai dituai, maka akan dijadikan lapangan bola kagetan. Tempat saya bermain boleh tak pakai sepatu. Permain bola akan selesai apabila si jontu berbunyi. Sampai magrib akan tiba dan mesti ke surau untuk mengaji.
Jika demikian permain bolah yang fair akan berubah menjadi permainan bola kosak. Kosak agaknya padanan kasak kusuk. Bola kosak ini terjadi pada injury time, tim diporbolehkan untuk menendang betis lawan satu sama lain. Yang keras betisnya maka biasanya akan merasa menang dan ndak masalah. Kalau betisnya lemah dan tak bertenaga mereka akan pulang ke rumah dan berangkat ke surau dengan kaki terpincang pincang. Lagi lagi jasmani.
Jika sungai kampar meluap, maka momen ini dinanti. Sungai yang bertebing tinggi di kampung saya (3-4 meter) akan diluapi oleh air sehingga bibirnya tinggal se jengkalan jari dewasa. Inilah momen bahagia, permainan gulat (saling tunda) untuk menjatuhkan lawan di sungai. Agar ndak terjadi sendirian makan lawan akan saya pelu erat, bagian dada atau paling enak bagian lehernya. Jikapun jatuh ke air maka akan jati bersama sama, kita tak kalah lawan tak pula memnang.
Semakin air meninggi saat banjir maka semakin keras aliranya. Jika jatuh ke sungai maka akan terbawah deras oleh arusnya. Jika si pegulan (saling tunda) tak pandai berenang maka akan hanyaut, maka jasadnya akan terapung di teratak buluh, 50 km dari kampung kami. Tapi lagi lagi permainan ini menambah kuat jasmani. Jika tercebur ke air maka ranting buluh aur (buluo aghu) adalah raihan yang sangat di cari. dengan menjangkau ujungnya maka tak jadi kita dihanyutkan. Selamat sampai ke darat.
Akhir Desember 2019 lalu selama 6 hari 6 mana saya ajak anak dan keluarga untuk olah raga jasmani ini berkendaraan darat menuju Sumatera utara. Semoga fisik mereka kuat dan pun begitu juga hendaknya spritualnya.
Istri (kiri) saya (kanan) dan 4 anak anak kami saat di tepian danau toba pada 30 Desember 2019.