Panjang uwe hinggo buku dan beruk atau gajahkah yang bisa memetik buah kelapa?

 

Agar meredam sikap angkuh dan sombong maka kupesankan bidal dari orang tua Kampar zaman saetu kepada anak2u:

Panjang uwe hinggo buku.

Jika saya terjemahan beginilah kurang lebih artinya. Panjang ruas sampai buku. Artinya setinggi apapun gapaian kita tetap ada batas maksimumnya, seperti halnya ruas tebu atau bambu dan sejenisnya, sepanjang panjangnya ia, hingga sampai buku belaka. Sayup jangan coba hendak diulas, singkat jangan coba hendak diimbuh. Sudah sunnatullahnya begitu. Jika ruas disambung maka muncul buku, dan itu namanya bukan seruas lagi namun beberapa ruas dan beberapa buku.

Terkenang jua saya akan ceramah UAS , seberkuasanya penguasa atau yg menjabat sampai ia suatu saat tak menjabat lagi itupun kalau mala’ikatul maut tak datang menjemput di antar waktu. Jika timbul sikap angkuh dan sombong maka ingatlah gapaian kita ada batas maksimumnya. Sekuat kuatnya kita, cobalah bertanding membajak sawah dengan kerbau. Atau beradu panco dengan belalai gajah. Atau beradu kejar dengan ceetah. Dan bertaruh panjat dengan beruk. Kita ini lebih satu, kurang ciek. Tidakkah kalian ingat bahwa setelah makan urat perut jadi tegang, maka disaat itu urat mata jadi lemah untuk memunculkan kantuk. Dengan kata lain, sekuat kuatnya begadang sampai dinihari untuk menengok bola kaki, maka hingga kantuk pulalah batasnya.

Jikalau kalian merasa hebat, jawablah teka teki hafshah ini. Begini bunyinya: Yang bisa memetik buah kelapa, beruk ataukah Gajah?. Aku tak akan membenarkan apatah lagi menyalahkan jawaban kalian. Karena hanya Hafsah yang tahu jawabannya, pintarnya saya, ya hingga teka teki hafshah ini belaka pula.

Semua raihan kita berhingga, dan karena itu harus berhingga jika menetapkan target. Tujuannya Agar target bisa diraih. Sehingga jika dieksekusi, maka ibarat Melanting mempelan tepat ditampuk. Mengirim paket tertuju ke alamat yang benar. Tergapailah ia insyaallah.

Lasa dan Losi

Cara kami untuk membuat orang bandel agar jera adalah dengan dipalasa sehingga jadi losi. Losi = jera.

Untuk pimpinan, maka teknik palasanya adalah dengan aturan. Pimpinan tidak boleh mempalasa bawahannya di depan orang banyak dengan cara mempermalukannya.


Pimpinan tak perlu menginterogasi CS di toilet SPBU kenapa untuk BAK, BAB dan mandi harus bayar?. Cara pimpinan mempalasa pemilik SPBU adalah dengan membuat aturan, misalnya mewajibkan SPBU menyediakan layanan gratis untuk kebutuhan ke belakang itu. Jika pemiliknya tidak mengindahkan, mungkin diberi sanksi semisal SPBU ditutup beberapa bulan. Sanksi ini tujuannya agar timbul efek LOSI = jera. Jadilah LASA dan LOSI

#BahasaKampar

#OcuDeyen

Perjalan Ayah Anak dan Si Leher Beton

Suatu kesempatan saya beruntung dikawal olehnya di penghujung 2014 menjelang tahun baru 2015. Ia mengawalku dari Belfast, Irlandia Utara ke Asthon Under Lyne nun di dekat Manchester Raya, Di England sana. Sebuah perjalan ayah dan anak yang kumanfaatkan untuk mengajari tentang susah dan senang, duka dan suka serta berat dan ringan.

 

Kuajarkan kepadanya bahwa selain di hotel dan rumah yang beralaskan kasur emput, ternyata tidur bisa di mana saja dan selain berpetualang dengan pesawat terkadang kita harus sering sering merebahkan diri di bangku bangku kereta api, lantai mesjid serta di dak dak kapal feri yang dinginnya bisa membuat imun di badan bertambah bagus. Tak ku kuliah banyak ia yang masih 4 tahun di waktu itu. Namun aku rasa aku telah memberi contoh yang lebih untuk anak sesusia kecil mungil dirinyanya, dengan perbuatannku dan contoh langsung dariku.

 

Aku makan apa yang juga kuberikan kepadanya. Aku hangatkan badan dengan selimut sama dengan tebalnya selimut yang kulilitkan kebadannya. Terkadang aku memeluknya dan ia membalas menciumku dengan mulut mungilnya yang tak berbau. Tidak seperti mulut kebanyakan orang yang lagi sedang berada di atas. Orang orang seperti itu muluk mereka berbau Busuk dan apa apa yang keluar dari mulut merekapun tak kalah busuknya dengan bau mulut mereka karena kata kata itu tak tercerna oleh otak dan tak terterima oleh hati nan bersih.

Lalu, terkenang jualah saya akan bidal orang tua tua dahulu di Kampar sana. Kepala yang tak pernah menunjung barang berat tak akan pernah memperoleh leher beton si Mike Tyson.

 


Syafiq sedang tertidur di atas karpet di sebuah masjid di asthon under line

 


Syafiq setelah bangun subuh di dalam feri penyeberangan Belfast ke Liverpool

 


Syafiq sedang menikmati sarapan sesaat kami sampai di stasiun ashton underline, England UK.

 

 

 


Syafiq tidur di sofa di dalam feri penyeberangan Belfast ke Liverpool, England UK

 

Anaku dan anak bangsa. Cubit cubitlah dirimu sebelum terasa sakit oleh orang saat kalian mencubit mereka. Hantam hantamlah kata kata ke sanubarimu sebelum kalian melukai hati orang yang tak berdosa dengan kata yang tajam bak sembilu buluh talang itu.


 

Pupuklah Persaudaraan Kalian Sejak Dini

Biar kalian kuat dan terikat agar kalian tak menjadi “Pinang Sebatang” melainkan “Buluh serumpun” maupun lidi yang berikat. Saya, Ayah kalian berharap kepada kalian agar natinya tidak menjadi insan yang egois. Ciri insan seperti ini antara lain: pas di kening dikerutkan, tiba di mata dipicingkan, kena diperut dikempiskan, terhimpit hendak di atas dan terkurung ingin di luar.

 

Gambar. Syafiq dan Hafshah saat berbagi sepiring nasi.

Sehingga Ayah berpesan kepada kalian bahwa tidak perlu 2 piring nasi untuk berbagi ke saudara kalian jika yang 1 piring bisa dimakan bersama. Itulah namanya batobo, berbagi beban: yang berat sama dipikul dan yang ringan sama dijinjing. Tidak boleh mengelak dengan mengedepankan uzur karena uzur (halangan) itu bisa disiasati. Tidakah kalian tahu, kita punya bidal: yang lumpuh penunggu muran (padi yang dijemur) agar tidak dimakan ayam, yang pekak pembunyikan lela (Meriam) yang buta penghembus lesung (tempat menumbuk padi). Mereka dengan uzurnya berguna belaka.

Lalu Ayah berpitaruh agar selalu teguh pendirian. Tak mudah berpatah harap saat diuji. Bukankah kalian diajarkan jika tertelungkup makan tanah, tertelentang sama minum hujan, ke lurah sama mendapat air, ke bukit sama mendapat angin, bulek sagolek (bulat segelindingan), picak salayang (pipih sama melayang)

Yang paling utama adalah: berhati hati dalam berbuat karena jika salah lompat patah kaki, salah terbang tanggal sayap, salah ucap kena terkam. Jangan berkeras betul dengan pendapat kita terutama untuk hal hal yang multitafsir dan bukan syariat. Saya hendak mengatakan pendapat sedemikian jangan dibuhul mati tapi buhulah dengan buhul sentak.

Tambual dan Kawa

Hari ahad ini (12 Juli 2020) ada 2 lokasi helat yang harus aku kunjungi. Satu helat di pihak keluarga istri sedangkan yang satu lagi di pihak keluarga saya.

Yang membuatku selalu merasa “besar” adalah bahwa mereka selalu membuahtangani aku dengan tambual. Tambual sudah dibahasakan baku menjadi tambul. Yaitu suatu panganan atau jajanan, tentu yang paling pantas jika ia berkawan dengan kopi. Kopi kalau dalam bahasa kampung di DAS Kampar adalah Kawa. Iyanya berasal dari dari kata Kahwa (Arabic). Makanya jika kita bersua dengan tuan rumah dan kebetulan berpapasan dengan kita maka serta merta mereka akan menyapa “ala makan tambual dan minum kawa?”- sudah mencicipi tambul dan minum kopi (walau kadang yang dihidangkan adalah teh, es tebak, teh panas dan kopi itu sendiri)?”.


Tambual yang mereka bekali berbagai macam, dari kue jalo, silomak, buwajik, dan kalamai. Namun yang selalu ada adalah lomang. Lomang ditanganku ini sebatang panjang. Lemang pulut tentunya dimasak dalam bambu tolang (talang). Ia akan disinggang menggunakan api menyala karena itu buluh talangnya berjelaga. Saat ia diberikan ke tetamu sebagai buah tangan yang akan dibawa pulang, makanya perlu dibungkus dengan kertas seperti di gambar di atas. Kalau tidak aku tentu bertambah hitam terpindai oleh jelaganya.

Selamat menikmati kelezatan Lomang.

Amak Ociok dan Lemang Pulut

Aku berphoto dengan Amak dan Mak Ociok, 4 tahun lalu atau tepatnya di tahun 2016. Mak ociok ini sudah cukup berumur. Namun ia masih cukup kuat dan segar. Setelah dia oleh olehi aku sebatang panjang lemang pulut, lalu kuujarkan rasa terimakasih kepadanya atas buah tangan kesukaanku itu.

Amak, Aku dan Mak Ociok.

Lemang pulut dimakan berkawan apapun selalu saja enak. Ada yang bilang, jika dimakan dengan tapai pulut hitam enaknya tiada tara. Yang lain berujar pula bahwa padu padan lemang yang paling serasi adalah jika dimakan dengan sari kaya yang penuh cita rasa itu. Hampir semua orang setuju kalau durian adalah campuran yang tepat buat kawan lemang pulut ini.

Bagiku, yang terenak adalah jika lemang dimakan bercampurkan rendang apatah lagi rendang yang dimasak amak.

Kutanya ke mak ociok berapa banyak jumlah lemang yang dia buat. 3 liter katanya. Jangan kalian kira 3 liter itu sedikit. Setidaknya dari 3 liter pulut itu bisa menghasilkan sedikitnya 30 batang lemang pulut yang dimasak dalam ruasan bambu talang itu.

Orang orang kampar selalu punya satuan mereka sendiri. 1 emas itu seberat 2.5 gram. Sedangkan 1 liter itu ada 2 macam. Liter besar dan liter kecil. 1 liter besar berkapasitas 5 liter dan 1 liter kecil ya berisi 1 liter sebenarnya yang selalu dipakai oleh penjual bensim eceran.

Beras beras pulut biasanya ditakar volumenya dengan 1 liter besar ini bukan menggunakan timbangan berat.

Kutanya kepada mak ociok. Untuk apa membuat lemang sebanyak itu. “Untuk dihantarkan ke sana family baik yang jauh mau yang dekat” katanya. Ah, aku malu, yang kupikirkan hanya gaji 13 dan baju lebaran anak anaku.

Mak Ociok sudah menghadap sang ilahi, di pusaranya saat beliau dimakamkan aku didaulat oleh cucunya membacakan doa. Lalu dengan lidah patah patah kuselipkan doa ampunan untuknya. Allahumaghfirlaha warhamha.

Surat Lama Pengakoean Berhoetang

Dari surat 1923 ini terungkap nama asli datuk saya adalah Aminullah. Setelah beliau berhaji di tahun 1927 (paspornya masih ada) digelar dengan Abdullah. Surat ini bersama surat surat lama yang setumpuk tingginya masih tersimpan baik. Bahkan surat beliau membeli auto (merek ford) di Padang pada seorang belanda dan beliau jualpun kepada orang melayu Perak yang berdiam di Koek pun masih ada. Tidak hanya surat berhoetang yang diarsipkan, surat jual beli, surat memperduakan ternak pun tercatat dengan rapi pun begitu surat beliau dibebaskan dari kerja rodi (akan saya posting di lain waktu).

Menarik cara menulis identitas orang dulu seperti dicontohkan disurat
Nama Aminullah, Gelar Nahoda Kajo, Seokoe Petopang, Kampoeng Poelaoe Payoeng, Negeri Roembio.

Nama Djoenan, Soekoe Petopang, Negeri Koto Nan Gadang Poja comboh (Payakumbuh). Mulai nama, gelar/nama alias, soekoe, kampoeng dan negeri.

Petopang ada di Roembio Kampar dan Negeri Koto Nan Gadang Poja comboh-Sumbar. Datuk saya pernah tinggal di Poelaoe Payoeng, Roembio, Pasoebilah, Teratak dan Kubu Tjubadak Termasuk Wilayah Kenegerian Rumbio (Kabupaten Kampar, Propinsi Riau).

Tak pernah putus harap

Ini photo nenek saya pada tahun 1969 waktu beliau mendaftar haji. Sejak datuk meninggal tahun 1952 an nenek membesarkan anak anaknya sendiri. Beliau wafat tahun 1989.


Mendaftar haji tahun 1969 dan karena satu dan lain hal baru berangkat haji pada tahun 1983 di usianya yang sudah memasuki 80an. Namun beliau tak pernah purus harap untuk mengunjungi ka’batullah.

Disangka tak akan pulang ke tanah air karena usia tuanya ternyata nenek pulang dengan kondisi fisik dan mental yang sehat. Saya menyaksikan beliau selalu bersama al quran dengan terjemahan arab melayu. 3 bulan menjelang wafatnya beliau sakit keras. Namun walaupun berguling tertelentang saja di rumah, tak sedikit pun badanya mengeluarkan aroma tak sedap. Selama sakit ia paksakan ke kamar mandi tanpa mau dipapah oleh orang lain, mungkin ke kamar mandi adalah urusan pribadi sehingga ia malu jika di lihat orang.

Bagi saya, dan kami orang melayu yang bersuku piliang malintang bahwa perempuan kampar yang dengan adat matrilinearnya yang kuat itu rata rata mereka tahan banting. Di adat kampar kita lihat bahwa perempuan diberi fungsinya tersendiri. Mereka di koordinir oleh seorang si ompu. Ompu ini agaknya sudah di bahasa indonesiakan menjadi empu yang artinya ibu. Semisal empu jari=ibu jari. Jadi si ompu adalah si ibu yang mengkoordinir para perempuan di suku suku terkait serta anak pinak mereka. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak anaknya. Dari ibu yang kuat akan dihasilkan anak anak yang kuat pula insyaAllah.

Sumpah penobatan Malin

Ini photo saya waktu di madrasah. Saya hanya mengenyam tingkat awaliyah, setingkat SD. Agaknya sangat sedikit MDA yang memakai nama Madrasah Darul Islam sedangkan kampung lain memakai nama Madrasah Diniyyah Awaliyah. Darul Islam ini adalah phrasa yang sensitif pada waktu dan zaman tertentu, sekarang tentu tidak lagi.


Adat perpatih di kampar memiki struktur di tiap tiap suku, setidaknya terdiri dari penghulu, dubalang, malin, dan siompu. Keluarga kami adalah keluarga malin (ulama). Suatu ketika mamak kandung saya yang bergelar malin kojan menunjukan pakaian yang diberikan oleh pemda kampar. Ia diberikan daster tak bersaku dengan leher rendah, berwarna hitam divariasi warna emas, serta kopiah detau. Saya bertanya tentang seragam seorang malin, “serba putih” dan bukan seperti yang ia tunjukan ke saya.

Saat dilantik berat betul sumpah jabatan. Jika berbuat yang salah maka ” ke bawah tak berakar, ke atas tak berpucuk, di tengah digerogoti kumbang” mati berdiri atau dengan kata lain tak dianggap asalnya, pun keberadaan saat ini dan begitu pula penerusnya. “Apakah sumpah itu Mamanda lafadzkan saat dinobatkan?” tanya saya. Tidak, saya tak mau dilantik jika mengucapkan itu. Tentulah Malin tak perlu bersumpah karena ia tahu amanah harus dijalankan bukan untuk dilanggar.

Pasal Jalan dan Lancar Kaji

Saya adalah seorang yang mempercayai bidal yang disampaikan oleh orang tua tua di Kampar dahulu kala bahwa “pasal jalan karena sering dilalui dan lancar kaji karena di ulang ulang”.

Karena hidup di DAS Kampar maka kegiatan yang paling sering dilakukan adalah aktifitas di sungai. Karena sering menceburkan diri ke sungai maka akhirnya pandai juga berenang. Tak ada yang mengajari saya berenang, awalnya hanya bermain dipinggirannya. Lalu, pas musim kemarau air sungai akan surut. Kawan yang iseng memperosotkan saya ke dalam sungai lalu dengan refleks saya mengerakan kaki dan tangan maka akhirnya bisa mengapung juga. Tidak hanya itu, seiring bertambah waktu karena saban hari mengunjungi sungai maka berbagai hal dicoba juga dan bisa pada akhirnya.

Di London pada tahun 2015.

Dulu paling takut jika harus terjun ke beningnya air sungai dari tebing yang tinggi. Apalagi gaya terjunya dimodifikasi semisal salto atau terjun ciwuok. Jika air sungai dangkal maka tebing sungai akan terasa lebih tinggi. Agaknya mencapai 3 meteran atau bahkan lebih. Jika kondisi ini terjadi maka salah satu jalan yang paling cepat menceburkan diri ke sungai adalah melompatkan badan ke sungai dari ketinggian tebingnya itu. Karena sering diulang dan dilakukan akhirnya hilang juga takut di hati dan menjadi kebiasan.

Setiap petang harus ke surau. Belajar mengaji dari huruf hijaiyah yang ditulis di papan tulis pakai kapur, ini hanya diperuntukan bagi Onggok 1. Onggokan murid mengaji dalam bentuk lingkaran dipilah piliah dari onggok 1 sampai onggok 7. Onggok 1 adalah murid yang baru pertama merasakan suasana surau. Cara mengaji diulang ulang dengan suara yang keras dengan meniru yang diucapkan oleh guru mengaji sambil mata tetap terhunjam ke papan tulis. Suara onggok satu akan semakin keras karena jumlah murid mengaji untuk Onggok 1 ini memang biasanya paling banyak. Akhirnya karena sering diulang ulang akhirnya bisa juga mengaji.

Dulu saya paling suka mengulang pelajaran IPA terutama yang berkaitan dengan fisika. Waktu SMP, di sekolah kami diresmikan ruang pustaka dan lengkap dengan bukunya. Ruang ini baru kami miliki saat saya kelas 2 SMP di SMPN 2 Rumbio sekarang menjadi SMP 5 Rumbio Jaya. Sayang buku pustaka tidak terlalu banyak eksemplarnya sehingga jika dipinjam oleh murid lain maka saya harus menunggu dan masuk sebagai daftar tunggu. Buku buku yang dipinjam harus dikembalikan, kalau ndak dalam waktu 1 pekan saja. Dan tidak boleh diperpanjang berulang ulang mengingat ada murid lain yang memerlukannya pula.

Karena itulah dari sekian banyak buku yang saya pinjam biasanya saya akan meringkas buku tersebut dalam catatan tersendiri ditulis dengan tulisan tangan. Mungkin kebiasaan inilah yang menyebabkan sebagian buku yang saya baca dan saya ringkas agak terasa lama lekat di otak walau buku itu di baca puluhan tahun lalu waktu semasa SMP.

Jika kita bertanya ke para dosen yang merasakan mengajar sebelum era IR 4.0 dan era sebelumnya maka saya yakin mereka merasakan ada yang kurang dengan mahasiswa sekarang. Terutama aspek kerajinan, keingintahuan, dan kemandirian. Mahasiswa sekarang konon katanya cepat sekali menyerah, mendiamkan masalah lalu baru kalang kabut jika batas waktu sudah di ambang batas. Seharusnya dengan segala sumber ilmu yang bisa diakses, maka kesempatan menyerap ilmu mahasiswa jaman sekarang akan lebih besar dari mahasiswa jaman dulu.

Jika kondisi seperti ini berlanjut, maka salah satu saran saya adalah “Jika ingin menjadi ahli untuk suatu hal maka ulang ulangi lah hal itu sesuai dengan bidal yang saya tulis di awal lancar kaji karena diulang ulang dan pasal jalan karena dilalui”

Selamat mengulang ulang!!!